DI TERBITKAN OLEH DPD KNPI KOTA SUKABUMI

….......Indonesian youth as heir to the leadership in the future, have a great responsibility to establish their independence…..........

Pelatihan Kepemimpinan Pemuda

Sabtu, 23 Oktober 2010



Renungan Sumpah Pemuda
Oleh : Dedi Suparjo

GAUNG menyambut peringatan Sumpah Pemuda tahun ini nyaris tak terdengar. Padahal, peristiwa itu merupakan tonggak sejarah persatuan dan kesatuan bangsa yang mewarisi semangat nasionalisme para pemuda. Ikrar pemuda pada saat itu menorehkan tiga inti gagasan perekat bangsa, yakni satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia. Dalam Kongres Pemuda 1928 tersebut, juga diputuskan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dan bendera Merah Putih.
Saat itu, para pemuda dengan kegalauan dan kerinduan akan kemerdekaan menyatukan tekad berjuang menggelorakan semangat nasionalisme dan patriotisme demi bangsa yang bersatu padu. Para pemuda menyadari betapa gerakan-gerakan perjuangan di berbagai daerah yang bersifat sporadis, parsial, dan tanpa sinergi, sangat rapuh dan mudah dipatahkan kaum imperialis-penjajah. Persoalannya, masih relevankan Sumpah Pemuda diperingati di tengah kondisi idealisme pemuda yang semakin tidak jelas? Ataukah peringatan ini hanyalah romantisme sejarah kawula muda? Ataukah sekedar tradisi ritus belaka tanpa makna? Gugatan seperti ini layak dikemukakan meski tidak mudah untuk dijawab.
Di balik peristiwa dan makna Sumpah Pemuda, ada satu aspek yang sering kurang mendapat perhatian kita semua. Aspek yang penulis maksudkan yaitu aspek nilai prakondisi dan prasyarat yang tidak bisa tidak ada. Selama ini, banyak yang lebih memerhatikan pada aspek objek-objek yang dipersumpahkan. Mereka membicarakan mengenai aspek kesatuan kebangsaan, tanah air, dan kesatuan bahasa. Ketiga aspek ini kemudian dijadikan sebagai bahan perbincangan, sekaligus bahan analisis terhadap kondisi bangsa dan negara ini. Namun sayangnya, kita khilaf terhadap prasyarat yang dapat membangun dan atau mewujudkan sumpah pemuda tersebut. Prakondisi atau prasyarat yang tidak boleh tidak ada (conditio sine quanon) yaitu kesadaran kolektif bangsa untuk bersatu padu dalam membangun Indonesia Raya. Inilah prasyarat kesadaran nasionalisme Indonesia yang ada saat itu. Kesadaran ini pula yang kini hilang pada tataran kehidupan bangsa kita. Secara tidak langsung, masyarakat seolah-olah berpendirian bahwa kita perlu untuk menyatakan sumpah mengenai bahasa persatuan, keutuhan wilayah, dan kebangsaan, namun kurang (untuk tidak menyatakan "tidak perlu") merasa wajib terhadap rasa persatuan dan kesatuan Indonesia.
Menurut hemat penulis mewacanakan ulang makna persatuan dan kesatuan adalah sesuatu hal yang penting secara akademik dan sosio-politik. Namun, lebih penting lagi yaitu menunjukkan adanya kesadaran dan kemauan serta kemampuan untuk bersatu. Libido politik yang ada lebih menunjukkan pada libido konflik atau perpecahan daripada persatuan dan kesatuan. Banyak hal yang menyebabkan orang berpecah, dan hanya satu yang menyebabkan orang bersatu, yaitu kepentingan untuk bersatu itu sendiri. Banyak hal yang menyebabkan mereka berpecah, dan elite politik kita lebih suka pada yang banyak tersebut.
Tampaknya teori dasar dari David McClelland (1988) yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki sifat dasar untuk bersatu (need for affiliation) menjadi sulit ditemukan di negeri ini. Libido politik yang ada atau sifat dasar yang sering muncul adalah hasrat untuk mandiri yang disalahgunakan dengan hasrat memisahkan diri. Hasrat otonomi yang disalahgunakan dengan nafsu separatisme, hasrat bersatu yang bercampur aduk dengan nafsu untuk memisahkan diri. Tidak mengherankan bila kemudian muncul fenomena maraknya partai baru setelah dirinya merasa berbeda dengan partai induknya.
Mendirikan partai politik baru adalah sesuatu hal wajar dan hak setiap individu. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap hasrat politik warga negara tersebut. Namun demikian, adakah hasrat untuk mengembangkan kesadaran bahwa mempertahankan dan mengembangkan partai yang ada pun adalah sebuah hak setiap individu? Bila pandangan ini dipertahankan, maka hipotesis McClelland tersebut tidak berlaku. Sebab ternyata, dalam sanubari politisi yang ada saat ini yaitu hasrat konflik dan memisahkan diri lebih besar daripada hasrat membesarkan partai sendiri. Berdasarkan pertimbangan ini, mengapa tidak ada sumpah politik, "Kami putra putri Indonesia, mengaku bersistem politik satu, yaitu sistem demokrasi kerakyatan. Kami putra putri Indonesia mengaku berideologi satu, yaitu ideologi Pancasila. Kami putra putri Indonesia menjunjung nilai-nilai persatuan, yaitu persatuan Indonesia."
Selanjutnya, pemuda hari ini harus melanjutkan sumpahnya sebagai refleksi Sumpah Pemuda. Pertama, pemuda perlu bersumpah untuk memerangi korupsi dalam setiap penyelenggaraan Negara. Kedua, pemuda harus bersumpah tetap menjadi pelopor, bukan pelapor, apalagi menjadi pengekor. Ketiga, pemuda harus bersumpah untuk sadar dan melek hukum dan HAM. Keempat, pemuda harus bersumpah untuk lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Kelima, pemuda harus bersumpah untuk turut mencerdaskan bangsa, mengentaskan kemiskinan, kemelaratan, dan kebodohan. Dalam konteks global, kadang kita melihat banyak yang dapat menyebabkan martabat bangsa ini terinjak-injak dan terkoyak-koyak oleh bangsa lain. Ketidaksigapan dalam politik, manajemen pemerintahan, penguasaan NKRI, dan rendahnya kualitas SDM Indonesia, menjadi penyebab rendahnya martabat bangsa di hadapan negara lain. Bila hal ini dibiarkan, tidak mustahil akan menjadi penyebab terpecah belahnya kembali bangsa kita dan terjajah secara sosial-politik oleh bangsa lain.
Saat kini, kita merenungi kembali makna Sumpah Pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta keinginan bersatu yang tinggi. Tapi, apakah ikatan kita sebagai sebuah bangsa sudah kuat dan kokoh. Ini perlu jadi renungan para tokoh bangsa. Ketika tanah air ini aman-aman saja, disana-sini kita menyaksikan banyaknya terjadi bencana alam; apakah semangat nasional jadi luntur, semangat kebangsaan ikut memudar? Demokrasi yang kita jalani sekarang bisa memberikan berbagai dampak positif dan negatif, apabila tidak diikuti dengan kesadaran semangat kebangsaan yang tinggi. Tentu saja demokratisasi tidak membuat kita terpecah. Mungkin, terpecah dalam suatu pandangan dan sikap politik, jangan sampai merembes pada rasa nasionalisme dan kebangsaan. Tidak ada demokrasi tanpa nasionalisme. Juga sebaliknya. Apakah bisa demokrasi menguat saat nasionalisme akan luntur? Nasionalisme dan kebangsaan kita tempatkan pada satu posisi, demi keutuhan bangsa dan negara. Demokratisasi kita jadikan alat perjuangan untuk mewujudkan harapan-harapan yang dicita-citakan untuk mencapai kemakmuran.
Semangat dan jiwa Sumpah Pemuda perlu digelorakan kembali dalam jiwa kaum muda sekarang. Masa depan bangsa ini terletak pada etos kerja dan semangat kaum muda. Dalam sejarah bangsa manapun di dunia, kaum muda tetap menduduki posisi penting pada setiap perubahan tatanan sosial. Ini juga terjadi di Indonesia. Arah dan perjuangan bangsa terletak pada sikap kritis dari kaum muda. Perbaikan keadaan yang buruk tertumpu pada kaum muda. Akan lebih tragis jika kaum muda terpengaruh dan menuruti jejak keadaan bangsa yang memburuk. Ini tidak kita kehendaki. Kaum muda adalah harapan seluruh warga, sama dengan harapan di masa lalu, saat Sumpah Pemuda dikumandangkan.
Gelora dan semangat kaum muda juga dituntut di masa sekarang, tapi dalam bentuk lain, dengan tujuan memperbaiki kondisi ekonomi, pendidikan bangsa dan menyejahterakan rakyat. Dalam menghadapi tantangan saat ini, kita temukan bahwa tantangan zaman dan kebutuhan bangsa jauh lebih kompleks daripada tahun 1928. Dengan kata lain, bahwa kita membutuhkan penyatuan tekad ulang untuk menghadapi tantangan kekinian. Dengan demikian, momentum peringatan Sumpah Pemuda kali ini perlu dijadikan sebagai tonggak kebangkitan dan bahan renungan bersama bagi kita semua lebih-lebih kaum muda untuk merevitalisasi nilai-nilai atau semangat Sumpah Pemuda demi masa depan yang lebih bermartabat. Berjuanglah Wahai Pemuda…!**
* Penulis, Pembelajar di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pontianak dan Mahasiswa STAIN Pontianak.

Kamis, 10 Juni 2010

Pemuda Dulu Dan Kini

Sejumlah pelajar sekolah menengah asal Jawa dan Madura diantaranya Satiman Wirjosanjoyo, Sunardi, dan Kadarman mendirikan Trikoro Dharmo di Jakarta 9 Maret 1915.

Trikoro Dharmo berganti nama menjadi Jong Jawa pada kongres pertama di Surakarta tahun 1918. Kemudian muncul organisasi serupa seperti Jong Sumateranen Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, dan sebagainya.

Jong Sumateranen Bond didirikan di Jakarta 9 Desember 1917 oleh pemuda pelajar asal Sumatera seperti Moh Hatta, M Yamin, Adnan Kapau Gani, Abu Hanifah, Bahder Johan, dan M Tabrani.

Jong Minahasa berdiri tahun 1918 dengan tokohnya antara lain GR Pantau dan dalam waktu berdekatan terbentuk pula Jong Celebes yang didirikan oleh Waworuntu, Magdalena Mokoginta, dan Arnold Manonutu.

Semula organisasi mereka bersifat kedaerahan. Lalu, muncul keinginan untuk membentuk perkumpulan nasional. Keinginan itu terwujud melalui pembentukan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926.

Pada tahun itu pula mereka menggelar Kongres Pemuda I di Jakarta bertujuan memajukan paham persatuan dan kebangsaan serta mempererat hubungan dengan semua perkumpulan pemuda.

Dua tahun kemudian digelar Kongres Pemuda II di Indonesisch Clubhuis (saat ini disebut Gedung Sumpah Pemuda) Jakarta pada 26-28 Oktober 1928 yang dihadiri berbagai organisasi kepemudaan, partai politik seperti Sarikat Islam, PNI, dan Budi Utomo.

Mereka yang terlibat dalam kepanitiaan kongres itu antara lain ketua Sugondo Joyopuspito (PPPI), wakil ketua Joko Marsaid (Jong Java), sekretaris M Yamin (Jong Sumateranen Bond), bendahara Amir Syarifuddin (Jong Batak Bond) serta sejumlah pembantu seperti Johan M Cai (Jong Islamiete Bond), Senduk (Jong Celebes), J Leimena (Jong Ambon), Rohayani (Pemuda Betawi), dan Koco Sungkono (Pemuda Indonesia).

Pada sidang terakhir 28 Oktober 1928 seluruh peserta Kongres Pemuda II sepakat mencetuskan ikrar yang dikenal dengan Sumpah Pemuda berisi tiga butir yakni bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Dalam kongres itu pula diperdengarkan untuk pertama kali lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman dan bendera merah putih sebagai bendera bangsa Indonesia.

“Itulah karya jenius pemuda Indonesia. Bayangkan, dalam masa penjajahan Belanda mereka sangat berani menghasilkan Sumpah Pemuda sehingga menyemangati bangsa Indonesia untuk merdeka dan berdaulat,” kata Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI/Polri (Pepabri) Agum Gumelar dalam diskusi tentang kepemimpinan, di Jakarta, Minggu (26/10).

Pemimpin Perubahan

Perjalanan sejarah berlanjut dan peran pemuda amat menentukan kehidupan bangsa Indonesia. Ilmuwan asal AS yang banyak melakukan penelitian di Indonesia, Prof Benedict Anderson menyatakan bahwa berbicara tentang perjalanan sejarah Indonesia adalah berbicara tentang pergerakan kaum muda yang selalui memberi warna.

Sejumlah pemuda menculik Soekarno dan Moh Hatta ke Rengasdengklok agar kedua pimpinan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu memproklamasikan Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 setelah pengeboman tentara sekutu ke Hiroshima dan Nagasaki (Jepang) agar penjajahan Jepang di Indonesia sejak 1942 dapat diakhiri.

Soekarno dan Hatta yang merupakan tokoh pemuda yang tampil memimpin bangsa Indonesia. Kepemimpinan bangsa Indonesia ketika itu didominasi dari kalangan pemuda berusia 40 tahunan.

Pemuda termasuk mahasiswa terus tampil sebagai agen perubahan (agent of change). Pemerintahan Soekarno yang menerapkan demokrasi terpimpin sejak 1959 dan mengangkat diri sebagai presiden seumur hidup dianggap lalim oleh sebagian pemuda.

Anti klimaks kepemimpinan Soekarno terjadi setelah peristiwa Pemberontakan G 30 S/PKI. Sebagian pelajar, mahasiswa, dan pemuda menggelar unjuk rasa untuk membubarkan PKI. Mereka berhadap-hadapan dengan pemuda simpatisan PKI.

Disadari atau tidak, peran pemuda sebagai agen perubahan telah ditunggangi kepentingan politik. Sebagian pemuda, antara lain dikenal dengan Eksponen 66 terangkut dalam pemerintahan Orde Baru yang menjatuhkan kepemimpinan Soekarno tetapi banyak pemuda lainnya yang juga menentang Orde Lama hanya menjadi penonton ketika Orde Baru berkuasa.

Kepentingan pemuda menjadi terbelah karena ada unsur mencari kekuasaan di dalamnya.

Rezim Orde Baru pimpinan Soeharto sangat efektif meredam dinamika mahasiswa dan pemuda. Peristiwa Malari dijadikan momentum mematikan sikap kritis pemuda secara masif. Rezim Orde Baru turut membidani pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang menjadi wadah berhimpun berbagai organisasi kepemudaan sehingga mudah dikontrol.

Pemuda dan mahasiswa seakan tak berdaya dengan penerapan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan tahun 1984, kampus-kampus memiliki resimen mahasiswa, aktivis ditangkapi.

Sebagian pemuda menjadi tak peduli dan bersikap acuh tak acuh terhadap sesama dalam dinamika kehidupan bangsa. Tak heran bila kelompok musik Casiero pimpinan musisi Chandra Darusman (adik tokoh pemuda Marzuki Darusman) pada media 1980-an mengedarkan rekaman lagu berjudul “Pemuda”.

Intro syair lagu itu berbunyi “Pemuda kemana langkahmu menuju, apa yag membuat engkau ragu, tujuan sejati menunggumu sudah, tetaplah pada pendirian semula…” Sementara akhir syair lagu itu berbunyi “Bersatulah semua, seperti dahulu, lihatlah ke muka, keinginan luhur kan terjangkau semua”.

Seperti mengulang kejatuhan Orde Lama, kedatangan era reformasi yang ditandai pengunduran diri Presiden Soeharto sejak 21 Mei 1998 juga hanya menempatkan pemuda dan mahasiswa sebagai pendobrak dan belum berani mengambil peran dalam memimpin bangsa.

Pemuda hanya dipakai sebagai pemulus jalan segelintir elite tertentu untuk berkuasa. Hingga muncul sebuah kesadaran dari sebagian kaum muda bahwa pemuda sudah saatnya memimpin, lewat pertemuan di Gedung Arsip Nasional 28 Oktober 2007. Pertemuan yang mengikrarkan “Saatnya Kaum Muda Memimpin” itu seolah menjadi sumpah pemuda jilid II.

“Harus jujur diakui selama ini para pemimpin masih kurang taat asas pada pencapaian tujuan nasional. Kaum muda merasa terpanggil menghembuskan angin sejarah biar laut bergolak dan bumi bergetar. Biar semua komponen bangsa terutama para pemimpinnya terbangun dan bekerja mati-matian untuk bangsanya,” kata Sukardi Rinakit dalam bukunya “Tuhan Tidak Tidur” (Penerbit Kompas, 2008, halaman 93).

Sukardi bersama banyak politisi, pengamat, dan organisatoris kepemudaan dalam pertemuan itu ingin Indonesia bisa tersenyum karena cukup sandang, pangan, dan papan serta biaya sekolah dan kesehatan terjangkau.

Sekretaris Jenderal DPP KNPI Munawar Fuad menyatakan kini bukan saatnya lagi bagi pemuda untuk menjadi agen perubahan saja. “Pemuda juga harus menjadi pemimpin perubahan,” katanya.

Sebut saja Rizal Mallarangeng (47 Tahun), Yuddy Chrisnandi (40), dan Fadjroel Rachman (46) telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden untuk Pemilu 2009. Mereka dan banyak pemuda lain yang bakal mengikuti jejak itu antara lain terinspirasi oleh Dimitry Medvedev yang menjadi Presiden Rusia tahun 2208 pada usia 44 tahun.

Begitu pula calon Presiden AS dari Partai Demokrat Barack Hussein Obama Jr masih berkepala “40-an tahun”. Obama menantang calon tua dari Partai Republik John McCain yang berusia 70-an tahun.

Bila Barack Obama menang dalam pemilihan bulan November 2008 tentu menjadi magnet bagi pemuda Indonesia untuk tampil memimpin bangsa ini.

Kaum muda mungkin merasa tak cukup memimpin daerah seperti Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf, Wakil Bupati Tangerang Rano Karno atau menjadi pimpinan dan anggota DPR dan DPRD, menteri seperti Adhyaksa Dault dan Lukman Edy, kepala badan seperti Moh Jumhur Hidayat, atau eksekutif dan komisaris di berbagai perusahaan negara dan swasta.

Tetapi mengapa pemuda Indonesia kini mencari jalannya sendiri-sendiri dan senang bertanding dengan sesama seperti tawuran mahasiswa, dualisme kepemimpinan partai politik, muncul KNPI kembar, pendukung dan penentang Ahmadiyah atau RUU Pornografi. Padahal kunci kesuksesan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah bisa menyatukan perbedaan kepentingan, bukan membedakan satu kepentingan. ( ant/ Budi Setiawanto )

Minggu, 23 Mei 2010

SOLUSI MASALAH SITA JAMINAN KENDARAAN BERMOTOR

Perusahaan finance sebagai kreditor dengan konsumen sebagai debitur sering melakukan perjanjian pembiayaan sewa guna usaha (leasing), didalam pasal perjanjian tersebut ada jaminan kendaraan bermotor yang akan di sita jika konsumen sebagai debitur tidak membayar cicilan atau angsuran kendaraannya, sehingga secara sepihak perusahaan finance sebagai kreditor sering kali melakukan eksekusi atau menyita kendaraan konsumen yang menunggak, setelah itu maka timbul permasalahan dalam hubungan hutang piutang dengan jaminan.

Dari persoalan-persoalan yang kerap terjadi tersebut, adakah solusi yang dapat di ambil berdasarkan undang-undang atau peraturan yang berlaku untuk mengatur semua itu ? , berikut petikan wawancara Majalah Reformasi (MR) dengan Fajar Laksana.,SE.,CQM.,MM Wakil Kepala Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen .

MR : Bung Fajar, dengan banyaknya permasalahan yang terjadi di antara para pengguna

jasa leasing tersebut, menurut undang-undang yang berlaku sebetulnya seperti apa itu?

Fajar : Perjanjian yang telah di buat berdasrkan asas pacta sun servanda suatu perjanjian apabila telah disepakati akan menjadi undang-undang bagi keduanya, namun demikian perjanjian ini harus di teliti kembali apakah perjanjian kedua belah pihak telah sesuai atau tidak dengan undang-undang yang berlaku?, ada dua undang-undang utama yang mengatur masalah tersebut, yaitu undang-undang fidusia nomor 42 tahun 1999 serta undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

MR : Menurut undang-undang nomor 42 itu sendiri, seperti apa bung?

Fajar : Berdasarkan undang-undang jaminan fidusia nomor 42 tahun 1999, maka kreditor dalam hal ini perusahaan leasing akan memiliki hak eksekotorial mensita barang jaminan konsumen yang menunggak angsuran, apabila pihak perusahaan leasing telah membuat akta perjanjian oleh notaries dan telah di daftarkan ke kantor pendaftaran fidusia , hal ini di buktikan dengan adanya Sertifikat Jaminan Fidusia, sesuai pasal 14 undang-undang Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia ini di serahkan juga kepada konsumen atau debitur , Sertifikat Jaminan Fidusia ini berdasarkan pasal 15 undang-undang Fidusia, mempuntai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

MR : Bagaimana jika perusahaan leasing tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fiduasi ?

Fajar : Apabila kreditur dalam hal ini perusahaan leasing ingin mensita barang jaminan tapi tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia maka tidak bisa melakukan penyitaan langsung tapi harus melalui pengadilan setempat, dan apabila kreditur dalam hal ini perusahaan leasing melakukan menyitaan barang jaminan tanpa memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia maka kreditur yang dalam hal ini perusahaan leasing telah melanggar KUHP pasal 368 tentang pemaksaan dan pemerasan, dan apabila kreditur yang dalam hal ini perusahaan leasing melakukan menyitaan barang jaminan dengan menggunakan kata-kata dijaminkan secara fidusia (akta fidusia dibawah tangan) tetapi tidak ada Sertifikat Jaminan Fidusia, maka tidak sah secara hukum, bahkan kena ketentuan pidana pasal 35 undang-undang fidusia.

MR : kalau menurut undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen bagaimana bung ?

Fajar : Bila dilihat dari undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pada pasal 18 tentang ketentuan pencantuman klausula baku, maka perjanjian sepihak yang menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang di beli oleh konsumen secara angsuran, jika ada ketentuan itu sudah melanggar ketentuan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan dapat dilaporkan kepada penyidik (PPNS) untuk diteliti lebih jauh apakah ada pelanggaran klausula baku. Dan di sisi lain pada pasal 6 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pelaku usaha memiliki hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang di perdagangkan, serta hak untuk mendapat perlindungan hukum dan tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

MR : Dari tadi kita bicara tentang perlindungan dan hak konsumen, lantas apa perlindungan dan hak bagi pelaku usaha, bung fajar?

Fajar : Ya pasti, pelaku usaha juga memiliki hak untuk dilindungi dari perilaku konsumen yang tidak punya itikad baik, dalam kata lain tidak mau membayar cicilan atau angsuran sesuai kesepakatan,maka masalah ini solusinya sudah di atur oleh undang-undang dengan mengamanahkan penyelesaiannya melalui BPSK di masing-masing Kota dan Kabupaten di Indonesia

MR : Oke deh Bung Fajar, terima kasih atas waktunya, sukses selalu untuk anda.

Fajar : Sama-sama.

Berdasarkan berbagai permasalah konsumen dan leasing tersebut, maka berdasarkan undang-undang yang berlaku, perusahaan leasing tidak bisa melakukan sita barang jaminan apabila tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia atau ada perintah dari pengadilan. Jika ini dilakukan maka perusahaan leasing telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang fidusia nomor 42 tahun 1999 serta undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Di sisi lain perusahaan leasing perlu di lindungi juga dari konsumen yang memiliki itikad tidak baik. Maka solusinya sesuai amanat undang-undang perlindungan konsumen dan sesuai dengan surat edaran dari kabareskim, dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yang mengutamakan solusi diluar pengadilan yaitu melalui musyawarah untuk mufakat. Dimana dicari jalan keluar yang terbaik, mencari titik tengah yang bertujuan win-win solution, melalui konsiliasi,mediasi,atau arbitraso, sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara cepat, murah dan efesien. (Saleh)

Jumat, 21 Mei 2010

KBPPP RESOR KOTA SUKABUMI GELAR ACARA SILATURAHMI DAN SOSIALISASI BAHAYA NARKODA SERTA SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NO.22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS


Masalah narkoba merupakan masalah nasional yang perlu penanganan yang serius oleh berbagai pihak, karena masalah ini dari tahun ke tahun jumlah kasus peredaran narkoba dan penyalahgunaannya menunjukan peningkatan yang signifikan dan sudah mengkhawatirkan bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Bahaya narkoba telah di ketahui mengancam dan membahayakan kualitas manusia, baik secara fisik, mental, emosional maupun kecerdasan.

Hal ini merupakan ancaman dan gangguan terhadap kelangsungan hidup manusia terutama generasi muda penerus bangsa. Kita menyadari sampai saat ini tingkat kepedulian masyarakat dan lingkungannya dalam upaya mengatasi bahaya narkoba belum optimal.sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan yang di lakukan, pada hari sabtu (8/5/10) bertempat di aula rumah makan rengganis sukabumi, Keluarga Besar Putera Puteri Polri (KBPPP) Resor Kota Sukabumi menggelar acara silaturrahmi dan sosialisasi bahaya nafza/narkotika serta sosialisasi undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas.kegiatan yang di buka resmi oleh Wakil Walikota Sukabumi tersebut, di ikuti oleh tiga ratusan peserta yang terdiri dari unsur pimpinan KBPPP tingakat Resor,Provinsi dan Pusat, serta utusan Organisasi kemasyarakatan pemuda seKota Sukabumi. Dalam sambutannya Wakil walikota Sukabumi “DR.Mulyono, MM menyambut gembira dan memberikan supoort besar kepada KBPPP Resor Kota Sukabumi yang telah turut serta berpartisipasi aktif mensosialisasikan bahaya Narkotika, sementara Ketua Resor KBPPP Kota Sukabumi menyampaikan “ Bahwa sebagai pengemban Binmas Polri KBPPP harus berperan aktif dalam mensosialisasikan giat Polri antara lain adalah sosialisasi undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan serta sosialisasi tentang bahaya narkoba, nafza, zat aditif lainnya yang nyata-nyata merupakan musuh kita bersama, jelasnya. Dalam acara sosialisasi tersebut hadir pula Ustadz.Jujun Djunaedi dari Binamitra Polresta Sukabumi menyampaikan tausyiah sebagai penguatan dari subtansi kegiatan sosialisasi tersebut.(Soleh/MHS)


Senin, 10 Mei 2010

PELATIHAN KEPEMIMPINAN PEMUDA TINGKAT KOTA SUKABUMI













Dalam upaya membuka dan memberikan wawasan bagi regenerasi tentang Kepemimpinan di era multimedia serta menanamkan dan menumbuh kembangkan potensi pemuda sebagai aset kepemimpinan bangsa di masa depan, maka pada hari rabu tanggal 5 mei 2010 bertempat di Aula LP3I Sukabumi Jl.Gudang Kota Sukabumi dilaksanakan Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Tingkat Kota Sukabumi Tahun 2010, kegiatan yang di perakarsai oleh Buletin Pemuda KNPI Kota Sukabumi ini, di ikutri oleh 100 orang peserta utusan dari organisasi kemasyarakatan pemuda se-Kota Sukabumi, dalam sambutannya Wakil Walikota Sukabumi berharap dengan dilaksanakannya kegiatan pelatihan kepemimpinan pemuda ini, akan tercipata kader-kader pemimpinan yang tangguh dan handal di bidangnya, sementara ketua DPD KNPI Kota Sukabumi menyampaikan suport kepada Buletin Pemuda KNPI selaku Bada Khusus yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan DPD KNPI Kota Sukabumi, yang telah berhasil dan sukses melaksanakan amanat Rakerda KNPI melalui pelatihan kepemimpinan.
pada pelatihan kepemimpinan pemuda ini di hadirkan 5 orang pemateri di antaranya Kabid. Pemuda dan Olahraga Disporabud Kota Sukabumi,Ketua DPRD Kota Sukabumi,Charly Dachlan, S.Ip. S.Hi (unsur Akedemisi),Anton Rachman,S.Sos (Tokoh Pemuda),Fahmi Mohamad Pua Mbey,S.Kom (unsur Akademisi).
Pemuda sebagai aset terbesar bangsa ini mudah-mudahan dapat lebih mengenanl dirinya dan lebih menyadari bahwa di tangan mereka lah masa depanm bangsa ini terpikul. (MHS)


Jumat, 16 April 2010

KOTA SUKABUMI DALAM SEJARAH


Nama kota Sukabumi berasal dari bahasa sunda “ Suka bumen-bumen” artinya adalah Suka = Cinta /senang, sedangkan bumen-bumen artinya nagawangun rumah tangga sorangan (membangun rumah tangga mandiri), Jadi Sukabumi artinya Suka membangun Negara secara mandiri.
Nama sukabumi pertama dipopulerkan pada tahun 1885 yang sebelumnya disebut Gunung Parang beribukota Babakan tegal Kole dan lebih beken dengan Cikole. Sebutan Sukabumi diusulkan oleh para kepala daerah bangsa Indonesia kepada pemerintah kompeni melalui seorang administrator bangsa belanda di Sukabumi yang waktu itu bernama Dewilden.
Berdasarkan sejarah kota sukabumi, Ki Rakean Puraga Sastra, sejak tahun 1815 s/d 1921 merupakan salah satu Afdeling dari kab. Cianjur. Oleh pemerintah hindia belanda dijadikan kota sukabumi sebagai “Burgerijjk Bestuur” dengan status “Gummenteraad Van Sukabumi” dengan alas an bahwa di kota sukabumi ini banyak berdiam orang-orang Belanda dan Eropa sebagai pemilik perkebunan-perkebunan yang berada di daerah kabupaten sukabumi bagian selatan, mereka harus berikan pelayanan yang luar biasa.
Pada tanggal 6 juni 1921 daerah sukabumi dilepas dari kab. Cianjur yang diberi nama kab. Sukabumi. Sejalan dengan sejarah bangsa Indonesia daerah sukabumi mengalami beberapa perubahan.
Sejak ditetapkannya sukabumi menjadi daerah otonom pada bulan mei 1926, maka resmi diangkat “burgrmmeester” yaitu Mr GF Rambonnet, Pada masa inilah di bangun sarana dan prasarana penting seperti stasiun kereta api, mesjid agung, gerja dan pembangkit listrik. Di dalam kepemimpinan Mr GF Rambonnet terdiri tiga Burgemmeester sebagai penggantinya, yaitu
  1. Mr.W.M Ouwekerk
  2. Mr.A.I. Van Unen
  3. Mr.W.J.Ph. Van Waning
Setelah kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah sukabumi diambil alih ke dalam permirintah struktur pemerintahan republic Indonesia dengan status kota kecil, Sukabumi dengan kepala daerah disebut wali kota serta dibantu lembaga dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD Gotong Royong) dengan jumlah anggotanya sebanyak 10 orang. Pada tanggal 17 Januari 1965 status kota kecil diubah menjadi kota madya DT II Sukabumi, dimulai tahun 2000 ditetapkan sebagai kota Sukabumi sampai sekarang 2009 dengan walikota H.M Muslikh Abdussyukur SH.Mba.
Perubahan nama pemerintahan Sukabumi
  1. Gemeente Soeka Boemi 1914 – 1942
  2. Soekaboemi SHI 1942 – 1945
  3. Kota Kecil Sukabumi UU no,17 th 1950
  4. Kota Praja Sukabumi UU No. 18 th 1965
  5. Kota madya Daerah Tingkat II Sukabumi UU No. 5 th 1974
  6. Kota Sukabumi UU No. 5 th 1999