DI TERBITKAN OLEH DPD KNPI KOTA SUKABUMI

….......Indonesian youth as heir to the leadership in the future, have a great responsibility to establish their independence…..........

Pelatihan Kepemimpinan Pemuda

Minggu, 23 Mei 2010

SOLUSI MASALAH SITA JAMINAN KENDARAAN BERMOTOR

Perusahaan finance sebagai kreditor dengan konsumen sebagai debitur sering melakukan perjanjian pembiayaan sewa guna usaha (leasing), didalam pasal perjanjian tersebut ada jaminan kendaraan bermotor yang akan di sita jika konsumen sebagai debitur tidak membayar cicilan atau angsuran kendaraannya, sehingga secara sepihak perusahaan finance sebagai kreditor sering kali melakukan eksekusi atau menyita kendaraan konsumen yang menunggak, setelah itu maka timbul permasalahan dalam hubungan hutang piutang dengan jaminan.

Dari persoalan-persoalan yang kerap terjadi tersebut, adakah solusi yang dapat di ambil berdasarkan undang-undang atau peraturan yang berlaku untuk mengatur semua itu ? , berikut petikan wawancara Majalah Reformasi (MR) dengan Fajar Laksana.,SE.,CQM.,MM Wakil Kepala Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen .

MR : Bung Fajar, dengan banyaknya permasalahan yang terjadi di antara para pengguna

jasa leasing tersebut, menurut undang-undang yang berlaku sebetulnya seperti apa itu?

Fajar : Perjanjian yang telah di buat berdasrkan asas pacta sun servanda suatu perjanjian apabila telah disepakati akan menjadi undang-undang bagi keduanya, namun demikian perjanjian ini harus di teliti kembali apakah perjanjian kedua belah pihak telah sesuai atau tidak dengan undang-undang yang berlaku?, ada dua undang-undang utama yang mengatur masalah tersebut, yaitu undang-undang fidusia nomor 42 tahun 1999 serta undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

MR : Menurut undang-undang nomor 42 itu sendiri, seperti apa bung?

Fajar : Berdasarkan undang-undang jaminan fidusia nomor 42 tahun 1999, maka kreditor dalam hal ini perusahaan leasing akan memiliki hak eksekotorial mensita barang jaminan konsumen yang menunggak angsuran, apabila pihak perusahaan leasing telah membuat akta perjanjian oleh notaries dan telah di daftarkan ke kantor pendaftaran fidusia , hal ini di buktikan dengan adanya Sertifikat Jaminan Fidusia, sesuai pasal 14 undang-undang Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia ini di serahkan juga kepada konsumen atau debitur , Sertifikat Jaminan Fidusia ini berdasarkan pasal 15 undang-undang Fidusia, mempuntai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

MR : Bagaimana jika perusahaan leasing tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fiduasi ?

Fajar : Apabila kreditur dalam hal ini perusahaan leasing ingin mensita barang jaminan tapi tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia maka tidak bisa melakukan penyitaan langsung tapi harus melalui pengadilan setempat, dan apabila kreditur dalam hal ini perusahaan leasing melakukan menyitaan barang jaminan tanpa memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia maka kreditur yang dalam hal ini perusahaan leasing telah melanggar KUHP pasal 368 tentang pemaksaan dan pemerasan, dan apabila kreditur yang dalam hal ini perusahaan leasing melakukan menyitaan barang jaminan dengan menggunakan kata-kata dijaminkan secara fidusia (akta fidusia dibawah tangan) tetapi tidak ada Sertifikat Jaminan Fidusia, maka tidak sah secara hukum, bahkan kena ketentuan pidana pasal 35 undang-undang fidusia.

MR : kalau menurut undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen bagaimana bung ?

Fajar : Bila dilihat dari undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pada pasal 18 tentang ketentuan pencantuman klausula baku, maka perjanjian sepihak yang menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang di beli oleh konsumen secara angsuran, jika ada ketentuan itu sudah melanggar ketentuan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan dapat dilaporkan kepada penyidik (PPNS) untuk diteliti lebih jauh apakah ada pelanggaran klausula baku. Dan di sisi lain pada pasal 6 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pelaku usaha memiliki hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang di perdagangkan, serta hak untuk mendapat perlindungan hukum dan tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

MR : Dari tadi kita bicara tentang perlindungan dan hak konsumen, lantas apa perlindungan dan hak bagi pelaku usaha, bung fajar?

Fajar : Ya pasti, pelaku usaha juga memiliki hak untuk dilindungi dari perilaku konsumen yang tidak punya itikad baik, dalam kata lain tidak mau membayar cicilan atau angsuran sesuai kesepakatan,maka masalah ini solusinya sudah di atur oleh undang-undang dengan mengamanahkan penyelesaiannya melalui BPSK di masing-masing Kota dan Kabupaten di Indonesia

MR : Oke deh Bung Fajar, terima kasih atas waktunya, sukses selalu untuk anda.

Fajar : Sama-sama.

Berdasarkan berbagai permasalah konsumen dan leasing tersebut, maka berdasarkan undang-undang yang berlaku, perusahaan leasing tidak bisa melakukan sita barang jaminan apabila tidak memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia atau ada perintah dari pengadilan. Jika ini dilakukan maka perusahaan leasing telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang fidusia nomor 42 tahun 1999 serta undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Di sisi lain perusahaan leasing perlu di lindungi juga dari konsumen yang memiliki itikad tidak baik. Maka solusinya sesuai amanat undang-undang perlindungan konsumen dan sesuai dengan surat edaran dari kabareskim, dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yang mengutamakan solusi diluar pengadilan yaitu melalui musyawarah untuk mufakat. Dimana dicari jalan keluar yang terbaik, mencari titik tengah yang bertujuan win-win solution, melalui konsiliasi,mediasi,atau arbitraso, sehingga permasalahan dapat diselesaikan secara cepat, murah dan efesien. (Saleh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar